Copyright © Belasah Jelah
Design by Dzignine
support by T3A
November 17, 2013

Siapakah Yang Sebenarnya Memiliki Sebuah Partai Politik?

     Lihatlah, bukankah ada banyak partai politik di negeri ini yang tidak ubahnya seperti kerajaan. Pucuk pimpinannya adalah ratu, mewarisi kedudukan itu dari orangtuanya, dan orangtuanya mewariskan posisi itu ke anak - anaknya? Lantas orang - orang di sekitarnya adalah keluarga dekat, kerabat, sanak famili, yang bisa merengsek ke posisi penting tanpa harus susah payah meniti karier politik. Apa kata ratu, semua anggota harus dengar. Apa kata ratu, semua angota harus tunduk. Omong kosong semua kongres, musyawarah, rapat, dan sebagainya. Omong kosong. Titah ratu adalah segalanya, di atas seluruh suara anggota partai. Ini membingungkan. Apakah partai itu sebuah kerajaan? Bukan lembaga paling demokratis di alam demokrasi?

     Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik?



     Lihatlah, bukankah ada banyak partai politik di negeri ini yang tidak ubahnya seperti perusahaan. Menajemen eksekutifnya adalah presiden direktur. Dia memenangi kompetisi pemilihan ketua partai dengan investasi, menyumpal seluruh pemilik suara, lantas seperti sudah membeli saham mayoritas, seluruh partai kemudian menjadi milik peribadinya. Apa kata presiden direktur, semua anggota harus taat. Dia bisa memecat siapa pun yang berseberangan pendapat. Dia bisa melakukan apa pun. Dimana letak demokrasinya jika partai politik sendiri tidak lebih dari perusahaan swasta? Dijadikan alat kepentingan bisnis, bahkan alat pertikaian, memperebutkan hal lain yang tidak ada hubungannya dengan partai, seperti menjadikan partai sebagai alat memperebutkan kompetisi sepak bola.

     Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik?

     Bukankah banyak partai yang dikuasai elitenya saja. Apa kata elite, semua harus ikut. Jika elite pimpinan partai bilang A, semua anggota harus bilang A. Jika menolak, ditendang dari kepengurusan, disingkirkan.

     Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik?

    Siapa yang bekerja paling besar untuk kemajuan partai? Apakah mereka? Ratu? Presiden direktur? Elite partai?

*dipetik dari Negeri di Hujung Tanduk, Tere Liye.

October 14, 2013

Didik hawa nafsu

Krik krik
Krik krikk
Dah bersawang dah belog ni.
Nak kemas sikit lah.
Sikit je, bersihkan sawang je.
Labah labah biar hidup.

Sumber dari maksiat, nafsu berahi, dan kelalaian adalah keenangan pada hawa nafsu. Sedangkan sumber dari ketaatan, keterjagaan, dan pengekangan diri dari hal yang hina adalah membenci hawa nafsu.

Bagimu berteman dengan orang bodoh yang membenci hawa nafsunya lebih baik daripada berteman dengan orang pandai yang menyukai hawa nafsunya. Ilmu macam apakah yang dimiliki oleh orang alim yang menyukai hawa nafsunya, atau kebodohan apakah yang dimiliki oleh orang bodoh yang membenci hawa nafusnya.

Sumber perilaku yang tercela ada tiga.
1. condong kepada hawa nafsu
2. takut kepada manusia
3. cinta dunia

Condong kepada hawa nafus menimbulkan nafsu syahwat, kelalaian dan maksiat.
Takut kepada manusia menimbulkan sifat pemarah, dendam dan hasad.
Cinta dunia melahirkan penyakit, sifat tamak dan bakhil.

Sementara itu tekun melaksanakan sumber perilaku yang terpuji dapat menghapus dan memusnahkan semua hal tersebut, yaitu membenci hawa hawa nafsu dalam segala hal dan menghindarinya setiap waktu.


July 5, 2013

Menyambut Ramadhan




Melakukan amal yang terbaik
di bulan penuh Berkah


Mari berjuang bersama-sama
May 7, 2013

Puisi Rendra 1977


Menarik untuk dibaca
Matahari terbit pagi ini,
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk siapa ?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya :
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali,
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samudera.
Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
(1977,W.S. Rendra)